Sabtu, 25 Desember 2010

BEKELAH Budaya Warga Laye Yang Terlupakan


Indralaya Mulya merupakan salah satu desa tertua dalam Kecamatan Indralaya yang kini menjadi kelurahan semenjak Kabupaten Ogan Ilir resmi dibentuk dan memisahkan diri dari Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dalam Kelurahan ini masih terdapat beberapa cagar budaya yang dapat dijumpai baik secara kasat mata dan tidak kasat mata. Adapun budaya yang kasat mata seperti adanya Makam Buyut Sariman atau yang dikenal sebagai Raden Kuning terkenal melalui Riwayat Tanjung Putus, Makam Putri Rambut Panjang dan lain-lain. Cagar budaya tersebut merupakan aset daerah yang perlu pelestarian dan penjagaan karena itu merupakan asas sejarah berdirinya Kelurahan Indralaya bagian integral dari Kabupaten Ogan Ilir.

Demonstrasi ataukah Brutalstrasi?

Ketika adik bungsuku hendak berangkat kuliah, ibu kami berpesan kepadanya; “Dik, jangan ikut-ikutan demo ya?”. Ucapan itu merupakan suatu ungkapan kasih sayang tulus dari seorang ibu kepada anaknya. Sang ibu tidak rela jika anaknya celaka di pukuli aparat, ditangkap karena diduga provokator, ditendang berdarah-darah, diseruduk water canon, mata perih karena gas air mata dan ujung-ujungnya terkapar tertembak aparat walaupun hanya dengan peluru dari bahan karet.
Ungkapan demikian muncul karena sang ibu kerap kali melihat aksi demonstrasi yang cenderung brutal dan banyak diperagakan oleh mahasiswa dan masyarakat di semua stasiun televisi setiap harinya. Sehingga stigma buruk kerap menerpa para mahasiswa karena demonstrasi yang mereka lakukan acap kali berujung kepada satu hal, yaitu kelakuan brutal.

Wajah Hukum Kita

Hukum dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang diserap dari bahasa Arab terambil dari kata hakama, yahkumu, hukman. yang bermakna keadilan hampir sinonim dengan kata al-adl yang bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya yang dalam bahasa lainnya yakni proporsional.
Tujuan hukum atau peraturan dibuat adalah untuk keadilan dan menjunjung tinggi rasa keadilan, jadi jika ada hukum atau sebuah peraturan yang tidak adil tidak dapat disebut hukum, misal; seorang koruptor milyaran rupiah hanya ditahan 3 tahun penjara dan terkena denda dengan proses yang berbelit-belit dan penjara yang mewah dan dapat keluar masuk tahanan. Apakah kenyataan ini adil? Tentu hati nurani kita menangis dan mengatakan tidak, akan tetapi inilah kenyataan yang terjadi di Indonesia, jika melihat pengertian hukum di atas tentunya dapat disimpulkan bahwa di Indoensia tidak ada hukum. Bahwa memang benar terdapat banyak pengadilan di Indonesia, akan tetapi keadilan belum tentu ada, terdapat banyak penjara di Indonesia akan tetapi efek jeranya tidak ada sama sekali.

Rabu, 27 Oktober 2010

SISWA SEKOLAH DEMOKRASI Sebuah Harapan Atau Ancaman ?

Oleh : Muallimin, S.Th.I
(Siswa Sekolah Demokrasi Ogan Ilir, Pemerhati Masalah Sosial, dan Tukang rental)

Sekolah Demokrasi Ogan Ilir telah berjalan hampir satu tahun, artinya sebentar lagi para aktor demokrasi tersebut usai sudah dan secara resmi menyandang gelar aktor demokrasi. Mereka melatih diri dan mengasah segala kemampuan dalam kawah candradimuka. Beragam teori dan praktik mereka lakukan dalam menyelami makna demokrasi yang sebenarnya. Sekolah Demokrasi merupakan wujud nyata sebuah pergerakan yang senantiasa membela kebenaran. Keadilan dan hak-hak kaum marginal dan minoritas tertindas.

Jumat, 18 Juni 2010

Masa Kemajuan Kajian Ilmiah dan Teknologi dalam Islam

A. Kajian Dalam Bidang Kedokteran
Minat orang arab dalam bidang kedokteran membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok, yaitu teologi dan kedokteran, dengan demikian seorang dokter sekaligus merupakan ahli metafisika, filosof, dan sufi, dengan seluruh kemampuannya itu, ia juga memperoleh gelar hakim (orang bijak).

Jumat, 04 Juni 2010

Demokrasi Ala Miyabi


Hebohnya media dengan kedatangan Miyabi ke Indonesia mampu mencuatkan nama artis porno asal Jepang tersebut. Terbukti dengan gampangnya nama Miyabi disebut-sebut oleh remaja-remaja Indonesia baik mereka tahu atau tidak siapa itu Miyabi sebenarnya. Miyabi mempunyai nama asli Maria Ozawa adalah artis porno asal negeri Matahari terbit, tepatnya kota Tokyo dan baru berumur 24 tahun, akan tetapi walaupun masih tergolong muda, luarbiasanya ia sudah membintangi ratusan film porno dan sukses meraih pasar esek-esek di Indonesia.


Miyabi adalah suatu icon utama dalam dunia film urusan bawah perut itu menuai kontroversi, atas inisiatif suatu rumah produksi film Indonesia dia didatangkan dan isu kedatangan Miyabi ke Indonesia mampu menarik animo publik untuk sekedar memberikan komentar hingga menjadikannya sebagai objek obrolan santai di warung kopi tukang ojek sampai lobi hotel para birokrat.


Kontroversi nama Miyabi di Indonesia bisa jadi merupakan suatu potret betapa tingginya nilai dan norma masyarakat Indonesia akan suatu nilai keperawanan atau sebaliknya. Dengan hadirnya sosok pemeran porno dalam dunia perfilman Indonesia akan mengancam dunia film Indonesia khususnya dan mengancam moral para remaja Indonesia pada umumnya, betapa tidak, seorang yang biasa memerankan tokoh pemuas hasrat lelaki tersebut didaulat menjadi sebuah judul film dan memang terbukti film tersebut dapat meraih keuntungan yang cukup signifikan walaupun tidak setinggi film-film yang membawa pesan moral seperti Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi.


Tentu kita bertanya, apa kaitan Demokrasi dengan Miyabi, apakah sesuatu yang memang benar ada hubungannya atau hanya sekedar dihubung-hubungkan? Dua entitas berbeda di atas yakni Miyabi dan Demokrasi pada dasarnya memang tidak ada hubungannya, akan tetapi jika nama Miyabi dan icon yang disandangnya telah mengintegrasi Negara Indonesia maka kaitan antara Miyabi dan Demokrasi akan ada hubungannya, atas nama Demokrasi Miyabi dapat hadir dan bermain peran di Indonesia, dalam demokrasi yang dianut Indonesia dewasa ini siapapun atau apapun dari yang baik sampai yang bejat sekalipun dengan kata-kata jawa sugeng rawuh dapat melenggang masuk ke Indonesia asal kedatangannya tersebut legal dan memenuhi prosedur yang telah ditetapkan.


Lagi-lagi atas nama Demokrasi, presiden dan perangkat-perangkatnya tidak dapat mengintervensi untuk melarang kedatangan Miyabi tersebut walaupun disinyalir banyak pihak baik dari golongan agamawan dan aktivis moral akan dapat berdampak strategis terhadap krisis moral dan akhlak di Negara Indonesia tercinta ini. Budayawan juga memandang bahwa kedatangan Miyabi akan dapat memberi dampak signifikan terhadap pudarnya budaya Indonesia yang mengedepankan sopan-santun dan tabuisme terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seks.


Seks merupakan sesuatu yang sakral dan berada di wilayah privat. Menurut budayawan dan agamawan seks tidak layak dan sangat tabu untuk dipublikasikan karena akan berdampak destruktif terhadap nilai dan norma etika Bangsa Indonesia yang memegang teguh budaya ketimuran yang selama ini diwariskan oleh nenek moyang kita. Seks adalah sesuatu yang harus disampaikan dengan benar kepada publik agar konotasinya tidak senantiasa miring dan negatif hingga dapat membawa kepada kemaslahatan atau kebaikan, namun apabila informasi tersebut disampaikan secara sembrono dan tanpa mengedepankan etika maka yang akan terjadi adalah kemerosotan moral remaja yang berada di tengah arus informasi yang luar biasa derasnya.


Di tengah gelombang informasi yang dapat diakses siapa saja melalui televisi, warung Internet bahkan sampai ke telepon genggam yang sudah berubah fungsi utamanya, hanya dengan menekan tombol klik maka informasi dengan gampang hadir dan masuk kedalam rumah dan kamar-kamar kos remaja, lalu jika informasi negatif yang diakses oleh remaja tersebut, apa yang akan terjadi ? tentu pikiran-pikiran negatif akan merasuk hadir walaupun pendidikan akhlak senantiasa didengungkan di sekolah, maka di sini perlu peran kontrol dari pemerintah untuk mencegah dan mengambil tindakan preventif agar hal tersebut dapat dianulir. Tentunya peran orang tua terhadap kepedulian akan hal ini juga sangat diperlukan jika tidak mau anak-anak remajanya terkontaminasi dengan informasi seks yang salah dan tidak berimbang. Peran masyarakat juga sangatlah penting karena komponen masyarakat merupakan kontrol utama terhadap perkembangan fenomena sosial.


Kembali ke peristiwa Miyabi di atas, hal tersebut menjadi pertanda rapuhnya pertahanan norma bangsa dan potret lemahnya kontrol pemerintah dalam menjaga adat ketimuran bangsa, sehingga hal tersebut dianggap sepele dibanding dengan kasus korupsi dan semacamnya yang lagi hangat diwacanakan. Peristiwa ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah dan menjadi agenda strategis harus bagaimana ke depannya supaya tidak terjadi lagi dan terulang lagi. Atas nama Demokrasi, sebagai warga Negara yang menjunjung tinggi demokrasi, kepada pihak-pihak terkait janganlah mengkambinghitamkan Demokrasi yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran. Jika peristiwa ini sudah menjadi biasa di Negara ini, maka apa yang telah banyak diramalkan oleh budayawan, aktivis moral dan agawan akan terjadi dan semakin memburuk saja yang berujung kepada degradasi moral yang sistemik hingga bermuara kepada hilangnya citra bangsa Indonesia. Kiranya melalui tulisan ini pemerintah dapat menunaikan kewajiban yang diemban olehnya sehingga rakyat Indonesia dapat menilai bahwa pemerintah Indonesia masih sangat peduli dengan moral bangsa ini


By : Muallimin, S.Th.I (Siswa Sekolah Demokrasi Ogan Ilir 2010, Wasekjend. Kesatuan Pemuda Peduli Demokrasi Ogan Ilir)

Rabu, 26 Mei 2010

PERBINCANGAN TENTANG TAFSIR MODERN


I. Prolog
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang mengandung berbagai pelajaran dan aturan-aturan yang meyangkut aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, dan lain-lain. Sebagai petunjuk bagi orang – orang yang bertaqwa.
Pada zaman Rasulullah, ayat-ayat al-Qur’an diturunkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pada waktu dan tempatnya. Sehingga kaum muslimin dapat memahami dan mengamalkannya secara langsung. Bila ada perbedaan (khilaf) pada ayat dalam pemahaman, Nabi menjelaskan permasalahan tersebut dengan jelas.
Mulai pada zaman sahabat sampai sekarang a-Qur’an dikaji dan dianalisa untuk menjawab masalah-masalah yang ada.
Banyak ulama yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang semuanya bertujuan agar aliran mudah dipahami dan diamalkan bagi kaum muslimin.
Berakhirnya khilafah Abbasiyah ditandai dengan jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol, ini merupakan awal dari masa kemunduran Islam. Kota Baghdad merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya akan khazanah-khazanah ilmu pengetahuan, termasuk tafsir ikut pula lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan Mongol.[1]
Setelah itu Islam mengalami kemunduran demikian juga perihalnya dengan tafsir al-Qur'an mengalami stagnasi, disinyalir kemunduran ini disebabkan oleh ditutupnya pintu ijtihad. Walhasil, para cendekiawan Islam termasuk para mufassir cenderung berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur'an dan mengambil jalan aman dengan menjadi komentator tasir-tasir klasik, mereka tidak berani berijtihad sendiri sehingga ilmu tafsir yang kaya akan pengetahuan menjadi stagnan dan tidak  beranjak dari posisinya.
Selang beberapa abad kemudian, timbullah keberanian dari para sarjana muslim yang ”nekat" karena terbentur situasi umat  yang membutuhkan tafsir segar dalam memandang agamanya, yang seakan jauh dari realitas sosial, sehingga bermunculan tafsir-tasir modern yang utamanya berasal dari negeri Fir'aun, Mesir.
Dalam makalah ini akan diuraikan apa faktor kemnculan tafsir modern itu, dan siapa pelaku awal (pelopor) dalam mengadakan penafsiran kembali terhadap al-Qur'an dan bagaimana keadaan al-Qur'an setelah adanya penyegaran dalam penafsiran tersebut.

II. Modernisasi Tafsir atau Tafsir Modern
Dua kata dari judul di atas layak untuk diperbincangkan, yakni modernisasi tafsir dan tafsit modern. Modernisasi artinya suatu gerakan yang berusaha untuk merombak cara-cara kehidupan lama menuju bentuk / model kehidupan yang baru.[2] Sedangkan makna tafsir setelah diterjemahkan secara bebas artinya suatu kegiatan dari interpretasi terhadap al-Qur'an dengan menggunakan berbagai metode yang relevan. Jadi kedua istilah tersebut jika digabungkan akan membentuk suatu kalimat : Suatu gerakan dalam penafsiran yang baru muncul menggantikan pola penafsiran yang lama.
Adapun tafsir modern adalah bentuk tafsir itu sendiri, suatu karya tafsir yang dihasilkan oleh mufassir, jika ditinjau kata perkata maka tafsir adalah suatu produk dari usaha penasiran al-Qur'an, sedangkan modern adalah kreasi baru. Jadi tafsir modern adalah kreasi baru dalam penafsiran. Dalam Membumikan Al-Qur'an Quraish Shihab menukilkan dua pendapat tentang Modernisasi tafsir :
Pendapat pertama mengatakan : modernisasi tafsir adalah menyebarluaskan dan menghidupkan kembali ajaran agama seperti yang dipahami dan diterapkan pada masa al-salaf al-awwal.
Pendapat kedua mengatakan modernisasi tafsir adalah usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan men-ta'wil-kan atau menafsirkannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat.[3]
Tentunya pendapat di atas perlu ditinjau ulang kembali, karena masing-masing mempunyai interpretasi sendiri terhadap apa itu modernisasi tafsir dan apa itu tafsir modern.
Kehancuran dan kemunduran yang dialami umat Islam, terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan material ini dan beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa menimbulkan rasa lemah dan putus asa di kalangan masyarakat kaum muslimin. Ini menyebabkan mereka lalu mencari pegangan dan sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka.[4] Para sarjana muslim, khususnya intelektual Islam karena kemunduran tersebut mulai mencari-cari kiblat tempat menimba ilmu demi mendapatkan pola penafsiran yang berbeda dari sebelumnya.

III. Munculnya Mufassir Modern
Mesir adalah ditakdirkan oleh Allah menjadi kawah candradimuka para intelektual Islam. Di sana pertama kali awal kebangkitan Islam dimulai setelah Bagdad tereliminasi dalam panggung sejarah.[5] Setelah puas bermanja diri dalam kawah yang sangat dalam, Islam kembali tampil kedepan, di sana timbul gerakan Islam yang dikenal dengan Ikhwanul Muslimin oleh Hassan Al-Banna, yang mempengaruhi Sayyid Quthb (1906 - ?) sehingga lahirlah tafsir fi zilali al-Qur'an. Demikian juga dengan pergerakan Jamaluddin Al-Afghani yang mempengaruhi lahirnya mufassir Muhammad Abduh (akhir abad 19 M). Siapa yang tidak kenal mereka ? dunia barat pun dibuat tercengang dengan karya yang dihasilkan oleh mereka. Khususnya Muhammad Abduh (w. 1905) yang awalnya berjuang lewat bulletin dan majalah dan kuliah-kuliahnya di al-Azhar[6] sehingga menghasilkan produk tasfsir yang bernama 'Al-Manar. Setelah beliau meninggal di Iskandariah, jejak perjuangannya diteruskan oleh murid jeniusnya Rasyid Ridha (asli Syiria w. 1935) yang tak kalah mumpuninya dalam bidang tafsir ini.
Pada masa ini muncul juga sebuah karya tafsir besar dalam bidang ilmu pengetahuan, yakni tafsir yang dikarang oleh Tantawi Jauhari (Pengajar di Darul Ulum Mesir). Karena tertarik dengan keajaiban-keajaiban alam, Jauhari membuat karya tafsir yang diberinya nama dengan Al-Jawahir fi tafsiril Qur'an. Dalam tafsirnya ia membahas secara rinci tentang ilmu kealaman (natural science). Akan tetapi menurut Manna' Al-Qaththan tentang Tantawi jauhari bahwa tafsir ini tidak diterima di kalangan cendekiawan karena meniru pola Ar-Razi, makanya tafsir ini dinilai dengan sebutan "di dalamnya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir itu sendiri".[7]
Selang beberapa waktu kemudian muncul seorang pria tampan yang ahli dalam tata bahasa atau sastra, terutama bahasa Arab dan sastra Arab, baik dari segi semantik, semiotik, grammar Arab (Qaidat al-lughawiyah) dan yang berkaitan dengan itu. Dialah Amin Al-Khulli (w. 1967 ada yang mengatakan 1966?) yang kelak menjadi guru sekaligus suami dari wanita jenius Islam abad ini, 'Aisyah Abdurrahman bint as-Syathi'. Amin al-Khulli mempunyai kecenderungan dalam penafsiran yang diperkenalkannya dengan sebutan tafsir filologi[8], berlandaskankan diktum yang menyebutkan bahwa al-Qur'an turun dalam bahasa Arab dan menurut retorika mereka[9], maka Amin Al-Khulli berani menerapkan ilmu filologi ini dalam metode penafsirannya.
Akan tetapi dalam perjalanan hidupnya, Amin al-Khulli tidak sempat menyelesaikan metodenya, sehingga tampillah kemuka seorang istrinya yang sangat cerdas, Aisyah Abdurrahman bint As-Syati' (lahir Dumyat 1913) yang merumuskan bahwa tafsir itu harus melalui petunjuk lafat, karena al-Qur`an menggunakan bahasa Arab, maka harus dicari petunjuk dalam bahasa aslinya yang memberikan rasa kebahasaan bagi lafat-lafat yang digunakan secara berbeda, kemudian di simpulkan petunjuknya dengan meneliti segala bentuk lafat yang ada di dalamnya, dan dengan dicarikan konteksnya yang khusus dan umum dalam ayat al-Qur`an secara keseluruhan.
Ada pula Fazurrahman (1919-?)dengan metode gerak gandanya (double cyrcle) Pertama, memahami arti atau makna suatu pernyataan Al-Qur’an, dengan mengkaji situasi atau problem historis dari mana jawaban dan respon Al-Qur’an muncul. Kedua, ditempuh dari prinsip umum ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan sekarang. Tapi sayangnya Fazlurrahman tidak menghasilkan produk tafsir seperti Muhammad Abdh dan rasyid Ridha, akan tetapi setidaknya ia telah menyumbang pemikiran dalam dunia tafsir melalui karyanya yang telah diterjemahka ke dalam bahasa Indonsia dengan judul Tema-tema Pokok Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Mizan.[10]
Setelah itu banyak bermunculan para mufassir kontemporer dalam dunia dunia tafsir al-Qur'an seperti Muhammad Syahrur (Syiria) dengan karya Nahw Ushul Jadidah lil fiqhi al-mar'ah,[11] Asghar Ali Engineer(India), Amina Wadud Muhsin (?), Muhammad Syaltut, Ali Ash-Shabuni dengan Ayat Ahkam, di Indoenesia ada Quraish Shihab, dan lain-lain yang karya-karya mereka dikenal dengan sebutan tafsir kontemporer.
Sebenarnya masih banyak lagi bagaikan butir pasir di tepi pantai para mufassir modern yang muncul di awal abad ke dua puluh yang menandai kebangkitan kembali Islam,[12] akan tetapi tidak mungkin dapat disebutkan dalam pembahasan yang sangat singkat ini. Untuk itu, akan penulis sampaikan saja kecenderungan metode penafsiran tafsir modern ini.

IV. Kecenderungan-Kecenderungan Metode Tafsir Modern
Terlepas dari bias dan tidaknya suatu tafsir, secara prinsipil ada dua metode tafsir yang berkembang sejalan dengan tumbuhnya pemikiran Islam. Kedua metode tersebut masing-masing dikenal sebagai “pendekatan analisis” (al-’ittijah al-tajzi’i fi al-tafsir) dan pendekatan tematik atau sintetik (al-’ittijah al-tawhidi aw al-mawdu’i fi al-tafsir). Pendekatan tematik umumnya telah membantu dalam pengembangan pemikiran hukum Islam (fiqh) dan memperkaya studi ilmiah dalam bidang ini. Sebaliknya, pendekatan analitik dalam studi Qur’an umumnya melekat pada perkembangan pemikiran Islam – perkembangan pendekatan tafsir dapat dikatakan ‘mandek’ atau tidak menghasilkan karya baru selama beberapa abad setelah terbitnya tafsir karya At-Tabari, Ar-Razi, dan Al-Syaikh At-Tusi.
Dari pemaparan di atas para mufassir modern memiliki kecenderungan :
1.      Menafsirkan al-Qur'an dengan metode tematik
2.      Pendekatan Sains dan Teknologi
3.      Pendekatan Historis (asbabun nuzul) baik makro maupun mikro
4.      Pendekatan sosial budaya (Adabi Ijtima'i)
5.      Heurmenetika al-Qur'an
6.      dan lain-lain

V. Kesimpulan
Akhirnya dari eksplorasi di atas dapatlah diambil kesimpulan, bahwa kegiatan modernisasi tafsir atau tafsir modern adalah suatu kegiatan kebangkitan kembali dari kemandegan penafsiran karena banyak yang menganggap bahwa tafsir atau ijtihad telah tertutup. Dalam kesimpulan ini penulis lebih sepakat dengan pendapatnya Quraish Shihab dalam Membumikan  al-Qur'an-nya, ia mengatakan bahwa :
Hemat kita, memahami ajaran-ajaran agama atau menafsirkan Al-Quran sebagaimana dipahami dan ditafsirkan al-salaf tidak sepenuhnya benar. Ini bukan saja karena Al-Quran harus diyakini berdialog dengan setiap generasi serta memerintahkan mereka untuk mempelajari dan memikirkannya. Sementara itu, hasil pemikiran pasti dipengaruhi oleh sekian faktor, antara lain pengalaman, pengetahuan, kecenderungan, serta latar belakang pendidikan yang berbeda antara generasi dan generasi lainnya, bahkan antara pemikir dan pemikir lainnya pada suatu generasi. Tapi juga karena memaksa satu generasi untuk mengikuti "keseluruhan" hasil pemikiran generasi masa lampau mengakibatkan kesulitan bagi mereka. Ini tidak sejalan dengan ciri agama serta tidak sejalan pula dengan hakikat masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
Di pihak lain, melakukan tajdid dengan jalan menghapus atau membatalkan ajarannya, pada hakikatnya menghilangkan ciri ajaran Al-Quran yang dinilai "selalu sesuai dengan setiap masa dan tempat." Selain itu, menafsirkan dan men-ta'wil-kannya sejalan dengan perkembangan masyarakat atau penemuan ilmiah tanpa seleksi mengandung bahaya yang tidak kecil. Ini karena perkembangan masyarakat dapat merupakan akibat potensi positif manusia dan dapat juga sebaliknya. Demikian pula dengan penemuan ilmiah: ada yang bersifat objektif dan telah mapan dan ada pula yang sebaliknya.[13]

Demikian sedikit eksplorasi dari kami, semoga bermanfaat. Wallahu A'lam.

VI. Referensi

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Garfindo, 2002
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 2004
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004
J.J.G Jansen, Diskursus Tafsir Modern, Yogyakarta : Tiara Wacana,1997
Manna' Al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an, terj. Mudzakir AS, (Jakarta : Litera Antar Nusa, 1992
Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
Muhammad Syahrur, Fiqih Islam Kontemporer, terj. Sahiron Syamsudin, Yogyakarta : eLsaQ Press, 2006
Quraish Shihab, Membumikan  al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung ; Mizan, 1996


* Mahasiswa Semester X Jurusan Tafsir Hadis NIM : 04.20.16 Makalah diajukan guna dipresentasikan di jurusan Tasir Hadis semester 4 STIQ An-Nur Bantul.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Garfindo, 2002), hlm. 111
[2] Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 2004), hlm. 476
[3] Quraish Shihab, Membumikan  al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung ; Mizan, 1996), hlm. 64
[4] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hlm. 109
[5] Lihat J.J.G Jansen, Diskursus Tafsir Modern, (Yogyakarta : Tiara Wacana,1997), hlm.vii pada kata pengantar dari Redaksi.
[6] Lihat J.J.G Jansen, Diskursus Tafsir Modern, hlm. 36-37
[7] Manna' Al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an, terj. Mudzakir AS, (Jakarta : Litera Antar Nusa, 1992), hlm. 505
[8] Studi tentang budaya dan kerohanian suatu bangsa dengan menelaah karya sastranya (atau sumber-sumber tertulis lainnya), Pius A. Partanto, Kamus …, hlm. 178
[9] J.J.G Jansen, Diskursus…, hlm. 89
[10] Rujuk : Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996)
[11] Lebih jelas tentangnya, rujuk buku Muhammad Syahrur, Fiqih Islam Kontemporer, terj. Sahiron Syamsudin, (Yogyakarta : eLsaQ Press, 2006)
[12] Lebih lengkap silahkan merujuk ke bukunya J.J.G Jansen, Diskursus Tafsir Modern.
            [13] Quraish Shihab, Membumikan  al-Qur'an,..., hlm. 68

Rabu, 28 April 2010

Proses Kejadian Manusia


A.     Proses Kejadian Manusia
Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tanda-tanda yang ada pada diri manusia menunjukkan sifat penciptaannya dan hikmahnya. Proses penciptaan manusia berdasarkan surat Al-Mu’minun ayat 12 – 14
12.  (Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia) yakni Adam (dari suatu saripati (berasal) dari tanah.) artinya ” Aku telah memeras sesuatu dari padanya yaitu (tanah).
13.  (Kemudian kami jadikan ia )manusia atau keturunan Adam (dari saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh) yaitu rahim.
14.  (Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah,) darah kental  (lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,) daging yang besarnya sekepal tangan  (dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging.) Artinya kami jadikan (Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.) yaitu dengan ditiupkan roh ke dalam tubuhnya ( Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.) sebaik-baik yang mencipta sedangkan ”mumayyiz” dari lafadz ”ahsan” tidak disebutkan karena sudah dapat diketahui.[1]
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pandangan Umar sejalan dengan kehendak Allah dalam empat hal, antara lain mengenai turunnya ayat 12 surah Al-Mu’minun sampai 14 surah Al-Mu’minun, maka turunlah ayat tersebut yang sejalan dengan ucapan Umar. ”Diriwayatkan oleh Abi Hatim bersumber dari Umar”[2]

B.     Fase – Fase Dalam Proses Kejadian Manusia Menurut Surat Al-Mu’minun 12 – 16
  1. Fase Tanah
12.              Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (Qs. Al-Mu’minun : 12 )

Pengertian ayat ini mempunyai 2 pendapat; Pertama kata ”insan” berarti Adam As. Dan dikatakan ”sulalah” berasal dari tanah pendapat ini berdasarkan madzhab Al-farisi dan Ibnu Abbas dalam riwayat Qatadah. Kedua kata ”insan” berarti anak Adam sedangkan ’Sulalah” berarti utfah yang berasal dari tanah adalah Adam. Berdasarkan pendapat Abu Shaleh dari Ibnu Abbas. Dan ada pendapat lain(ketiga) yang menyatakan (sulalah min thin) menunjukkan sprema laki-laki dan ovum perempuan. Keduanya berasal dari makanan dan makanan berasal dari tanah.[3]
Dengan ketiga makna, ayat ini menunjukkan pada asal manusia pertama dan asal manusia secara langsung (setelah Adam) berasal dari tanah. Adam dari tanah dan sperma juga dari tanah. Kata ”sulalah” terambil dari kata ”salla” yang berarti mengambil, mencabut, patron kata ini mengandung sedikit, sehingga kata ’Sulalah” mengambil sedikit dari tanah dan diambil saripatinya.[4]
  1. Fase Nuthfah

13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).( Qs. AL-Mu’minun : 13)

Ayat ini dimulai dengan kata pendek ”tsumma” kemudian yang hanya membutuhkan beberapa detik saja untuk mengucapkannya. Kata pendek itu mempunyai makna yang dalam menembus batas waktu, mulai dari setiap manusia sampai masa ke masa penciptaan manusia pertama, Adam AS. Dan kembali ke Adam sampai awal penciptaan manusia dan awal penciptaan individu.nuthfah yang dimaksud disini nuthfah Amsyaj.  Yang terdiri dari unsur nuthfah laki-laki dan perempuan.[5]
  1. Fase ’Alaqah
14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, (Qs. AL-Mu’minun : 14)
Ibnu al-Jauzi dalam kitab Zad ”Al-Masir” berpendapat ’Alaqah” adalah sejenis dan arah yang bergumpalan dan kental, dikatakan juga karena sifat lembab dan bergantung pada periode yang dilaluinya.
Kata ”Alaqah” berasal dari ”Alaqa”, berarti segumpal darah darah. Yang dimaksud ’Alaqah” menurut para embriolog adalah proses dimana hasil pembuahan itu menghasilkan zat baru yang kemudian terbelah menjadi dua, lalu dua menjadi empat dan seterusnya berkelipatan dua dan dalam proses itu, ia bergerak menuju ke dinding rahim dan berdempet disana.[6]

  1. Fase Tulang dan Daging
14.  Dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. (Qs. Al-Mu’minun : 14)
Kasauna” berasal dari ”Kasa” yang berarti membungkus daging diibaratkan pakaian yang membungkus tulang.
Pada fase ini secara umum merupakan permulaan pembentukkan tulang dan perbedaannya dengan mudghah adalah munculnya daging kecil. Pada fase ini selanjutnya tulang-tulang tersebut dibungkus otot.[7]
  1. Fase Penciptaan Makhluk Yang Berbentuk Lain
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain, maka Maha Suci Allah pencipta yang paling baik. (Qs. Al-Mu’minun : 14)

Ayat ini mengisyaratkan pada janin tentang perkembangannya dibulan keempat dan setelahnya.
    1. Menurut Ibnu Jarir, masalah penafsiran makhluk yang berbentuk lain adalah peniupan roh di dalamnya karena dengan peniupan roh ini ”makhluk yang berbentuk lain” berubah menjadi manusia. Karena sebelumnya janin berasal dari air mani, segumpal darah, segumpal daging dan tulang kemudian ditiupkan roh di dalamnya.
    2. Dalam tafsir – tafsir terkenal penafsiran makhluk yang lain mengisyaratkan pada dua sisi, yaitu jasmani dan rohani.
    3. Dalam tafsir ibnu Katsir maksud makhluk yang berbentuk lain adalah Allah meniupkan roh ke dalamnya.
    4. Mufi memberitahukan suatu riwayat dari Ibnu Abbas maksudnya Allah memindahkan dari suatu keadaan ke keadaan lain sampai ia keluar dalam bentuk bayi.[8]

C. Kesimpulan

  1. Proses kejadian manusia itu melalui beberapa tahap.
  2. Fase-fase proses kejadian manusia
    1. fase tanah
    2. fase nuthfah
    3. fase ’alaqah
    4. fase mudhgah
    5. fase tulang dan daging
    6. fase penciptaan makhluk yang berbentuk lain
Menurut kami al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia dalam 2 tahapan :
1.      Tahapan primordial
Manusia pertama Adam As. Diciptakan dari At-Thin, At-Thurab, min Shal, hama – in masnun, yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian ditiupkan ruh ke dalam diri manusia itu.
2.      Tahapan biologis yang difahami secara sains empirik
Manusia diciptakan dari intisari tanah yang dijadikan dari air mani yang tersimpan dalam rahim, kemudian air mani dijadikan darah beku, darah beku dijadikan segumpal darah dan dibalut tulang belulang lalu ditiupkan roh.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahali, Imam Jalaludin, dan Imam Jalaludin As-Suyuthi “Terjemah Tafsir Jalalain” terj. Bahrun Abu Bakar, Lc. Bandung : Sinar Algesindo, 2001
Saleh, Qomarudin, dkk. Asbabun Nuzul, Bandung : Diponegoro, 2000
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, 2002
Taufiq, Muhammad Izzuddin, Dalil Anfus Al-Qur’an dan Embriologi, terj. Muh. Arifin Masnur Hamzah, Abdul Hafidh Kindi, Solo : Tiga Serangkai, 2006


[1] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi “Terjemah Tafsir Jalalain” terj. Bahrun Abu Bakar, Lc. (Bandung : Sinar Algesindo, 2001), hlm. 1413 - 1414
[2] Qomarudin Saleh dkk. Asbabun Nuzul, (Bandung : Diponegoro, 2000), hlm. 346
[3] Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Anfus Al-Qur’an dan Embriologi, terj. Muh. Arifin Muh. Masnur Hamzah, Abdul Hafidh Kindi, (Solo : Tiga Serangkai, 2006), hlm. 21
[4] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 166
[5] Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil… , hlm. 25
[6] Quraish Shihab, Tafsir… , hlm. 16
[7] Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil… , hlm. 7
[8] Ibid , hlm. 85 - 86

Sabtu, 24 April 2010

Sajak Buta 2


BANGSA YANG PENUH BANGSAT


Ditelevisi Aku melihat para bangsat
Sembari keluar dari kendaraan hasil keringat rakyat
Berkoar dengan mulut busuk tak kenal akhlak
Berjalanpun membusungkan dada bagai gajah bengkak

Sandiwara pun mulai digelar
Yang salah mulai terbiar
Menyisakan tangis orang yang benar
Dalam kerangkeng demokrasi yang tertular cacar

Aduh biyung .. kenapa mereka terus bergaya
Dengan setelan jas penuh darah
Lalu .. bagaimana aku tak marah
Hingga mereka kuhina dan kucerca

Dusta lagi-lagi dusta
Jauh harapan menggapai sejahtera
Sedangkan mereka berbagi harta
Rakyat terpuruk hanya menuai sengsara

Oohh.. kebenaran telah mati
Jika telah tertutup kertas bernilai
Tak malu mereka memegangnya
Padahal gambar di sana ada dua penggagas Indonesia

Tuhan … puas kami berdoa
Puas kami menangis hingga kering air mata
Ke mana keadilan yang kami idam-idamkan
Dalam Bangsa yang kami banggakan
Bangsa yang penuh oleh para bangsat

Haruskah anak-anak kami lahir
dalam negara yang penuh sandiwara busuk ini ??



Indralaya, 09 februari 2010

Sajak Buta

Pantaskah !!!

Sakit hati kami duhai para pemimpin
Sakit tak tertahan
Ketika kami membawa uang pas ke toko ujung gang
Kaget kami dengan begitu cepatnya melonjak harga-harga
Sakit hati kami duhai tak tertahan

Sakit hati kami duhai para petinggi negeri
Tepat di ulu hati kami
Tertusuk dengan hujaman dusta yang terencana
Tanpa kami tahu apa-apa
Apa dan siapa yang biadab itu

Sakit hati kami wahai para pejabat
Kami harus menanggung semua
Rasa lapar …
Anak-anak kami kurang gizi
Terpaksa mengais makanan bekas tak bermutu

Jangankan berpikir Angka Kecukupan Gizi
Kenyangpun belum tentu kami cukup
Sepotong roti kami bagi berlima dengan lahap
Sampah yang rusak kami daur ulang
Masuk ke dalam perut kami yang kebal penyakit

Tak sadarkah ???
Kalian di sana asyik berbagi kedudukan
Bebagi limpahan uang
Kau tahu asal uang itu ???
Dari kami..
Dari hasil usaha kami sehari-hari dengan mencucurkan air mata
Lalu timbul pentanyaan di hati kecil kami wahai para pemimpin

Masih pantaskah kau duduk di atas sana !!!


Indralaya, 09 februari 2010

Rabu, 24 Maret 2010

Politik Menelan Etika Demokrasi

Politik Menelan Etika Demokrasi

Sistem demokrasi dengan prinsip trias politica dan pers yang bebas dan bertanggungjawab telah melahirkan para aktor demokrasi sebagai praktisi dan pengamat politik. Polemik yang terjadi di dunia politik dewasa ini menciptakan paradigma masyarakat tentang konsep politik yang busuk dan kejam sehingga seakan sulit untuk dapat diubah, tidak bisa dipungkiri lagi bagaimana berbagai fenomena politik dan kasus-kasus para pelaku politik menjadi jawaban konkrit atas paradigma tersebut.

Rabu, 10 Februari 2010

Demokrasi Kerbau

Demonstrasi Kerbau
Potret Paranoid Seorang Pemimpin Negara
Oleh : Muallimin, S.Th.I

Baru-baru ini di media massa baik cetak maupun elektronik gempar oleh demonstrasi yang tak terbendung di berbagai daerah mendukung gerakan mendobrak kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY yang bertepatan pada 100 hari masa pemerintahannya. Ada kejadian unik, para demonstran membawa kerbau ke arena demonstrasi yang pada badan hewan hitam gemuk itu bertuliskan "SiBuYa". Praktis “demonstrasi kerbau” (demonstrasi yang membawa-bawa kerbau) ini menjadi buah pikiran bagi orang nomor satu di Indonesia itu.