Rabu, 27 Oktober 2010

SISWA SEKOLAH DEMOKRASI Sebuah Harapan Atau Ancaman ?

Oleh : Muallimin, S.Th.I
(Siswa Sekolah Demokrasi Ogan Ilir, Pemerhati Masalah Sosial, dan Tukang rental)

Sekolah Demokrasi Ogan Ilir telah berjalan hampir satu tahun, artinya sebentar lagi para aktor demokrasi tersebut usai sudah dan secara resmi menyandang gelar aktor demokrasi. Mereka melatih diri dan mengasah segala kemampuan dalam kawah candradimuka. Beragam teori dan praktik mereka lakukan dalam menyelami makna demokrasi yang sebenarnya. Sekolah Demokrasi merupakan wujud nyata sebuah pergerakan yang senantiasa membela kebenaran. Keadilan dan hak-hak kaum marginal dan minoritas tertindas.

Siswa Sekolah Demokrasi Ogan Ilir berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir, beragam macam latar belakang pekerjaan, pendidikan, dan lainnya. Di antara mereka sudah banyak yang bergelut di dunia politik dan pemerintahan serta organisasi kepemudaan dan lainnya. Dengan bersekolah di Sekolah Demokrasi ini, tentunya mereka yang sering berkubang di dunia politik dan pemerintahan merasa “ketimpoan duren masak”, mereka mendapatkan ilmu-ilmu yang mampu mereka terapkan dalam kehidupan organisasi mereka di lapangan. Ada yang pada mulanya tidak mengerti sama sekali dengan teori demokrasi, ada yang mengerti tapi masih bingung mau bagaimana dan mau diapakan teori tersebut, ada yang sudah mengerti akan tetapi belum mendapat motivasi dalam praktiknya dan sebagainya.
Kabupaten Ogan Ilir tentunya boleh berbangga bahwa banyak sekali nantinya pada bulan Januari 2011 para aktor-aktor demokrasi bermunculan, diharapkan dengan kemunculan mereka dalam panggung perpolitikan dan pemerintahan dapat memberi angin segar perubahan kondisi demokrasi yang carut-marut di Ogan Ilir. Banyak hal-hal yang menyimpang dalam pengamatan kritis demokrasi, di antaranya masalah-masalah sosial di masyarakat, masalah pasar, masalah pemerintahan, masalah pembangunan, masalah anggaran dan lain-lain. Diharapkan para aktor demokrasi ini dapat mengawal kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintah sehingga dapat meminimalisir terjadinya monopoli kebijakan baik dari sektor eksekutif maupun legislatif.
Menyoal masalah Siswa Sekolah Demokrasi Ogan Ilir 2010, tentunya tak ada habisnya. Penulis akan membidik satu poin penting yang terlupa dalam realita kehidupan yakni in put dan out put siswa sekolah Demokrasi Ogan Ilir 2010. Mengenai masalah in put atau rekrutmen siswa sekolah demokrasi adalah awal terpenting yang harus diperhatikan oleh para fasilitator sekolah demokrasi, karena berawal dari rekrutmen inilah masa depan demokrasi di Ogan Ilir ditentukan, jika salah dalam pola rekrutmen maka yang terjadi adalah ancaman demokrasi yang besar akan menanti di depan mata. Rekrutmen ini juga tidak terlepas dari rekomendasi para peserta sekolah demokrasi Ogan Ilir 2010, karena bagaimana pun juga setelah belajar dan mengetahui kondisi demokrasi di Ogan Ilir, para Siswa sekolah demokrasi Ogan Ilir 2010 harus jeli melihat siapa orang yang pantas untuk direkomendasikan, bukan hanya orang yang mau saja, akan tetapi jauh dari pada itu harus lebih menintikberatkan kepada jiwa dan semangat demokrasi yang ada dalam diri si calon siswa yang akan direkomendasikan, untuk melihat jiwa dan semangat ini dapat diketahui secara mudah dalam praktik keseharian calon siswa tersebut, bagaimana dia bergaul dan bertingkah-laku, jika ia seorang yang sudah bergelut di dunia pemerintahan dan perpolitikan harus diperhatikan bagaimana kiprahnya di dunia politik dan pemerintahan apakah si calon siswa ini menjadikan dunia politik dan pemerintahan hanya sekedar “ladang duit” atau memang benar sebagai ladang perjuangan. Jika ia seorang pelaku bisnis, bagaiman kiprahnya dalam dunia bisnis, apakah lebih banyak kecurangan dari pada keadilannya dalam dunia usaha. Apabila ia seorang mahasiswa, dapat dilihat dari aktivitas kegiatannya di organisasi yang ia geluti dan bagaimana kiprahnya. Selain itu, harus dilihat, organisasinya juga, apakah organisasi itu menetek kepada pemerintah atau tidak. Karena yang terjadi, jika sebuah organisasi sudah menempel ke pemerintahan maka yang terbentuk adalah sebuah organisasi yang sangat mudah dijadikan alat oleh pemerintah dalam melanggengkan kekuasaannya, selain organisasi tersebut hanya menghabiskan dan menghamburkan uang rakyat melalui dana proposal kegiatan dan kepemudaan yang orientasinya jauh dari rakyat, kegiatan yang hanya menunjukkan eksistensi organisasinya saja, dan terlihat asal ada kegiatan, yang lebih parah adalah organisasi fiktif yang tidak ada orang dan kegiatan yang jelas, tentunya organisasi seperti ini menjadi tanggungjawab kita semua termasuk aktor demokrasi Ogan Ilir untuk memberanguskannya.
Lebih lanjut, peranan fasilitator sekolah demokrasi cukup signifikan dan vital, mereka harus jeli melihat para siswa yang akan merekrut calon-calon aktor intelektual demokrasi, tentunya dengan pengalaman bergaul dan bertatap muka selama satu tahun dapat dilihat track record sebagai siswa sekolah demokrasi. Apakah rekomendasi ini baik atau tidak, yang terjadi jika rekomendasi berasal dari orang-orang yang salah tentunya tujuan untuk mengibarkan bendera demokrasi di Ogan Ilir akan sulit terwujud justeru malah sebaliknya menghantam telak wajah demokrasi hingga memar dan bengkak-bengkak.
Bagi pemerintah yang korup, tentunya aktor-aktor demokrasi merupakan ancaman terbesar bagi mereka, dan justeru sebaliknya mereka akan menjadi kawan yang memberi rasa aman jika dapat dirangkul. Demikian juga bagi rakyat, aktor demokrasi akan menjadi pelita di tengah kegelapan jika aktor demokrasi tetap berpegang pada nilai (value), namun justeru akan menjadi ancaman bagi rakyat jika yang terjadi adalah penyimpangan aktor demokrasi yang menjadi alat pelanggengan kekuasaan tiran. Aktor demokrasi tak harus menjadi seorang birokrat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, aktor demokrasi bisa bergerak di mana saja dan kapan saja, tak harus mempunyai posisi yang strategis dalam pemerintahan untuk memaksakan sebuah kebijakan yang pro-rakyat dan tak harus pula menjadi wakil rakyat untuk menganggarkan dana dan pembangunan yang mensejahterakan rakyat. Akan tetapi jika ada di antara para aktor demokrasi duduk mendapatkan kekuasaan, ia harus sadar bahwa kedudukan itu merupakan amanah rakyat, ia harus sadar bahwa kedudukannya di pemerintahan justeru merendahkannya menjadi seorang “kacung berseragam”, karena pemerintah jika menganut sistem pemerintahan yang ada di Indonesia adalah sebagai pelayan publik, yang namanya pelayan bertugas untuk melayani tuannya, dalam hal ini adalah rakyat. Jadi tidak usah berbangga dengan kedudukan dan lupa segala-segalanya. Tentunya teori ini telah didapatkan siswa sekolah demokrasi dalam pembelajarannya melalui berbagai narasumber yang ada.
Ilmu ibarat sebuah pisau, jika ia dipergunakan sebagaimana mestinya akan menjadi baik dan bermanfaat, akan tetapi jika ia digunakan tidak pada tempatnya dan melenceng dari orientasinya maka akan menjadi ancaman. Demikian juga dengan ilmu demokrasi, ia akan menjadi ilmu yang sangat bermanfaat jika si pengguna menerapkannya dengan baik sesuai dengan tujuan ilmu demokrasi, namun apabila dipergunakan ke jalan yang sesat maka mudharat akan timbul, bahaya akan mengancam demokrasi itu sendiri.
Akhirnya, pungkasan dari tulisan ini adalah untuk mengajak para aktor demokrasi untuk sadar akan fungsi dan jati diri sebagai orang yang mempelajari ilmu demokrasi. Untuk apa dan bagaimana menggunakan ilmu demokrasi ini adalah keputusan masing-masing individu si pengguna ilmu demokrasi. Menurut pengamatan penulis, lima atau enam tahun ke depan para aktor demokrasi akan mendapat tantangan terbesar dari temannya sendiri yang sama-sama menimba ilmu demokrasi di Sekolah Demokrasi Ogan Ilir 2010. Mudah-mudahan prediksi penulis dalam hal ini keliru, karena jika benar maka pertarungan hebat akan terjadi di Kabupaten Ogan Ilir antara harapan dan ancaman.

2 komentar: