Sabtu, 25 Desember 2010

BEKELAH Budaya Warga Laye Yang Terlupakan


Indralaya Mulya merupakan salah satu desa tertua dalam Kecamatan Indralaya yang kini menjadi kelurahan semenjak Kabupaten Ogan Ilir resmi dibentuk dan memisahkan diri dari Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dalam Kelurahan ini masih terdapat beberapa cagar budaya yang dapat dijumpai baik secara kasat mata dan tidak kasat mata. Adapun budaya yang kasat mata seperti adanya Makam Buyut Sariman atau yang dikenal sebagai Raden Kuning terkenal melalui Riwayat Tanjung Putus, Makam Putri Rambut Panjang dan lain-lain. Cagar budaya tersebut merupakan aset daerah yang perlu pelestarian dan penjagaan karena itu merupakan asas sejarah berdirinya Kelurahan Indralaya bagian integral dari Kabupaten Ogan Ilir.



Adapun cagar budaya yang tidak kasat mata, masih banyak dijumpai dalam masyarakat Indralaya, seperti yang dapat dijumpai pada acara adat seperti sedekahan, pernikahan, permainan dan acara makan bersama. Bekelah merupakan bagian budaya masyarakat Indralaya, acara bekelah atau makan bersama biasanya dilakukan oleh segerombolan anak kecil dengan membawa masakan dari rumah masing-masing ke suatu tempat yang dianggap nyaman untuk melakukan santap bersama dan dilakukan pada saat makan siang.
Dalam setiap makan siang, biasanya dapat dijumpai anak-anak yang bergerombol melakukan bekelah ini di tempat-tempat yang sejuk dan jauh dari keramaian, seperti di dangau, pinggiran sungai, dan di bawah pohon yang mempunyai gubuk terbuka di tengah kebun. Acara bekelah ini dilakukan serta merta tanpa ada komando yang hirarkis seperti halnya yang terdapat dalam birokrasi pemerintahan, ia bermula dari ajakan satu anak kepada anak yang lainnya secara berantai dan akhirnya mereka berkumpul melakukan acara bekelah ini.
Dalam acara bekelah ini, anak-anak kadang saling berbagi, bertukar makanan berupa lauk dan sayur-sayuran yang mereka bawa. Sambil bermain dan bercanda anak-anak yang melakukan acara bekelah ini tak jarang saling berdiskusi tentang suatu tema yang menarik bagi mereka. Acara bekelah mengalir begitu saja, mereka makan-makan, saling tukar cerita, bermain dan bercanda hingga acara bekelah pun usai sampai mereka kembali ke rumah masing-masing.
Budaya bekelah adalah kearifan lokal masyarakat Indralaya yang semakin hari semakin pudar seiring dengan perubahan zaman yang membawa masyarakat kepada perilaku sosial yang berbeda.Waktu sekolah yang panjang kadang membuat anak tidak punya kesempatan untuk melakukan acara bekelah ini, belum lagi pengaruh adanya internet dan Playstation yang semakin membentuk karakter anak-anak yang individualis dan apatis. Hilangnya tempat berkumpul akibat lahan yang semakin sempit juga menjadi faktor kikisnya budaya ini. Banyaknya makanan dan minuman instan yang dijajakan warung-warung juga menjadi faktor pemikat anak-anak untuk lebih memilih jajan yang tidak sehat. Acara-acara televisi yang sengaja diprogram untuk anak-anak juga memiliki andil besar dalam pergeseran budaya lokal ini.
Sungguh menyedihkan jika melihat perilaku anak-anak dewasa ini, apakah globalisasi patut dipersalahkan karena telah mencabut secara perlahan akar budaya yang ada di pelosok daerah dan menjadikannya sebagai sejarah yang terlupa? Ataukah yang salah adalah diri kita yang tak peka dan lengah dalam membentengi dan mensiasati bagaimana mengadakan filterisasi darinya? Entahlah, namun bekelah sudah sangat jarang ditemui, budaya ini jika ditinjau dari kacamata sosial dapat membentuk karakter anak-anak yang lebih baik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Uraian tentang budaya bekelah ini, tentunya menjadi potret dan pelajaran bagi perilaku sosial kehidupan kita masyarakat yang semakin keranjingan sajian-sajian menarik dari efek globalisasi. Banyak para orang tua hanya bisa mengelus dada melihat perubahan perilaku yang begitu cepat terjadi pada anak-anak mereka, kadang mereka tak jarang memarahi anak-anak mereka dan melontarkan kata-kata mengapa anak mereka tidak seperti mereka dahulu sewaktu kecilnya, padahal tidak disadari bahwa merekalah yang telah membentuk perilaku anak-anak mereka, mereka para orang tua telah disibukkan dengan urusan mencari nafkah yang semakin susah sehingga perhatian dan penjagaan terhadap anak-anak mereka semakin kendor dan akhirnya menjadi bumerang bagi mereka para orang tua yang sengaja melahirkan mereka.
Nampaknya efek buruk dari adanya gelombang besar globalisasi ini telah membawa pola hidup yang berbeda baik di kalangan orang dewasa maupun anak-anak sehingga sangat berpengaruh pada pranata sosial yang ada di masyarakat. Nilai-nilai kebersamaan hanya terlihat sesekali saat acara pernikahan dan persedekahan saja dan itupun kadang-kadang dilakukan atas dasar tidak enak hati bukan atas dasar kepedulian yang timbul dari kesadaran hakiki. Pola hidup masyarakat yang materialistis dan mementingkan diri sendiri semakin menggusur budaya, norma dan pranata sosial warisan leluhur, sehingga tanpa disadari secara perlahan masyarakat Indralaya tercerai jauh dari sejarahnya.

2 komentar: